Pijar Bali – Halteng, Pembegalan demokrasi pada Pilkada 2024 di Halmahera Tengah yang dilakukan oleh terduga Ikram Malan Sangaji, mantan Penjabat Bupati Halmahera Tengah (Halteng) kini terekspose secara terang benderang ke publik.
Tereksposenya pembegalan demokrasi tersebut, setelah pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Halmahera Tengah, Edi Lankara dan Abd Rahim Odeyani memasukkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.
Di dalam sidang pendahuluan yang dilaksanakan tanggal 13 Januari 2025 di Gedung Mahkamah Konstitusi. Arteria Dahlan sebagai pengacara pemohon menyempaikan, ada konspirasi politik antara Ikram Malan Sangaji dengan oligarki dan pemegang kapital. Dilansir dari website Mahkamaha Konstitusi “PHPU Bupati Halmahera Tengah: Petahana Melawan Penjabat Bupati”
“Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Halmahera Tengah Tahun 2024 telah berubah menjadi arena perebutan kekuasaan yang didominasi dan ditentukan oleh segelintir orang guna kepentingan oligarki tambang,” ujar Arteria Dahlan di hadapan Majelis Hakim Panel 2 yang dipimpin Wakil Ketua MK Saldi Isra didampingi Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur dan Hakim Konstitusi Arsul Sani pada Senin (13/1/2025) di Ruang Sidang Panel 2, Gedung 3 MK, Jakarta.

Arteria menambahkan Calon Bupati Halmahera Tengah Nomor Urut 3 Ikram Malan Sangadji sejak jauh-jauh hari memang telah dipersiapkan secara terstruktur dan sistematis untuk menjadi Bupati Halmahera Tengah periode 2024-2029. Ikram merupakan mantan Asisten Deputi Pengelolaan Perikanan Tangkap di Kedeputian Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim di Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi yang kala itu dipimpin Luhut Binsar Panjaitan.
Ikram ditunjuk sebagai Pj Bupati Halmahera Tengah. Dalam beberapa kesempatan, Ikram menyatakan dirinya sebagai “orang pusat” atau “orang dekatnya Pak Luhut” yang “mendapatkan penugasan untuk membawa dan mengawal misi dari pusat”.
Pj Bupati Halteng rubah APBD sepihak
Selaku Pj Bupati, Ikram disebut telah mengubah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Halmahera Tengah secara sepihak tanpa pembahasan dan persetujuan dengan DPRD. Bahkan Ikram Malan Sangadji bersama dengan Sekretaris Daerah (Sekda) Halmahera Tengah Bahri Sudirman telah menggunakan acara resmi pemerintah daerah dan anggaran daerah untuk melakukan kampanye terselubung yang menguntungkan Paslon 3.
Bahkan, Ikram menerbitkan Keputusan tentang Penetapan Kawasan Destinasi Wisata yang pada intinya mecabut Keputusan tentang Penetapan Geosite Boki Maruru dan sekitarnya sebagai prioritas pengembangan Geopark Halmahera Tengah. Hal ini menurut Pemohon berakibat penambahan 4.300 hektar kawasan tambang yang menunjukkan keberpihakan kepada kepentingan pengusaha tambang yang memiliki hubungan secara langsung dengan Ikram. Perusahaan tambang yang sebelumnya telah dilarang kini beroperasi kembali di wilayah Geosite Boki Maruru dan sekitarnya untuk mengeksploitasi tambang nikel dan batu gamping.
Akademisi soroti praktek begal demokrasi di Halteng
Masalah pembegalan demokrasi tersebut juga mendapat sorotan dari Irwansyah, MA, Dosen Ilmu Politik Universitas Indonesia. Ia mengatakan pendatanganan APBD sebelum dilantik sebagai Penjabat Bupati itu menyalahi kewenangan.
“ Logika tata pemerintahan yang baik sih kalau belum dilantik belum punya kewenangan, termasuk menandatangani APBD. Lihat saja dari tingkat atas yaitu Kepala Negara, kan Prabowo gak bisa anggarkan buat Makan Siang Gratis waktu belum pelantikan.” ucapnya
Irwansyah juga menambahkan , pencabutan peraturan bupati terkait Geosite merupakan agenda oligarki tambang.
“Praktek alih geosite menjadi geopark menunjukkan fase pilkada digunakan Oligarki untuk menyusupkan pejabat yang tidak bisa dikontrol publik. Pemimpin seperti ini harus ditolak oleh kelompok kritis dan masyarakat.”
Irwansyah menutup wawancara dengan menegaskan, pemimpin seperti itu sangat berbahaya.
“ Dampaknya secara politik adalah praktek Korup (dalam artian penyalahgunaan kekuasaan) seperti yang sekarang disematkan pada Jokowi oleh Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP). Patut dicurigai bahwa praktek ini memang bagian operasi politik Korup rezim Jokowi, karena mestinya semua hal di atas dilarang dan dibatalkan pemerintah pusat termasuk Kemendagri dan Presiden”